A. PENDAHULUAN
RSBI atau SBI merupakan kemajuan di dunia pendidikan
dengan memperhatikan kualitas pendidikan di mana secara awam ditafsirkan
sekolah dengan kualitas lulusan yang mampu menggunakan bahasa inggris khususnya
yang sampai saat ini atau bahkan untuk tahun ke depanpun merupakan tolak ukur
utama siswa atau seseorang dikatakan mempunyai kemampuan lebih di dunia
pendidikan.
Pada dasarnya RSBI dimaksudkan agar mutu pendidikan
dapat dimaksimalkan dengan melakukan rintisan sekolah bertaraf internasional
dengan menggunakan pengantar bahasa inggris meskipun tidak mengesampingkan
bahasa indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagaimana diketahui secara umum
bahwa seseorang dalam merintis arah kehidupan sangat ditentukan oleh kemampuan
dan tingkat pendidikan yang dimiliki, di mana sampai saat ini untuk memasuki
sekolah yang lebih tinggi dibutuhkan kemampuan lebih atau bahkan untuk memasuki
dunia kerja nantinya diutamakan seseorang yang mempunyai berbagai keahlian dan
kemampuan. Salah satu yang sampai saat ini yang sangat penting
adalah kemampuan menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, dalam arti
mampu aktif berbahasa inggris. Lebih-lebih diprasyaratkan adanya sertifikat
TOEFL yang menjadikan momok bagi sebagian besar lulusan sekolah untuk memasuki
dunia kerja. Hal ini tidak mengesampingkan pentingnya kemampuan yang harus
dimiliki seseorang seperti Komputer, Bahasa Asing yang lain, dan lain-lain.
Pemerintah
sebagai salah satu pihak dalam penyelenggaraan pendidikan nasional membuat UU
Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat
peraturan bahwa tiap daerah hendaknya mempersiapkan pendirian sekolah
internasional. Dalam rangka merealisasikan peraturan tersebut, maka pemerintah
mencanangkan program perencanaan peningkatan mutu pendidikan melalui Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). RSBI dilaksanakan oleh sekolah-sekolah
nasional yang dipersiapkan secara khusus agar memenuhi segala persyaratan untuk
menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Program RSBI
mendapat sambutan yang cukup menggembirakan dengan maraknya pendirian RSBI pada
jenjang-jenjang pendidikan, baik di kota besar maupun di daerah. Bahkan hingga
tahun 2010 ini untuk jenjang pendidikan sekolah menengah, jumlah SMA RSBI di
Indonesia mencapai 319 sekolah yang tersebar di 202 kota di 33 provinsi.
Antusiasme
yang cukup tinggi terhadap pendirian RSBI tidak hanya memberi efek positif
berupa harapan terhadap peningkatan mutu pendidikan, tapi juga memberi efek
negatif. RSBI kini sudah menjadi sebuah trend bagi sekolah untuk mengangkat
namanya. Sekolah berlomba-lomba untuk mendapat status RSBI tanpa memperhatikan
apakah kemampuan sekolah akan dapat mencapai standar yang telah ditentukan.
B.
ISI
a. Tujuan Diselenggarakan RSBI
Tujuan Penyelenggaraan RSBI adalah :
1. Untuk membina sekolah yang secara bertahap
ditingkatkan dan dikembangkan komponen, aspek, dan indicator Standar
Nasional Pendidikan (SNP) dan
sekaligus keinternasionalannya;
2. Untuk menghasilkan suatu sekolah yang memenuhi IKKM
(SNP) dan memenuhi IKKT sekaligus, sehingga dapat menjadi SBI;
3. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang
memilki kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah
satu sekolah terakreditasi di negara anggota Organization for economic
Co-operation anf Development (OECD) atau negara
maju lainnya;
4. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang
memilki daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan
menampilkan unggulan lokal di tingkat internasional;
5. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang
memiliki kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan
dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan
internasional lainnya;
6. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang
memilki kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah
menengah kejuruan;
7. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang
memilki kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi,
sosio-kultural, dan lingkungan hidup;
8. Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang
memiliki kemampuan menggunakan dan mengnembangkan teknologi komunikasi dan
informasi secara profesional.
b. Karakteristik
RSBI
Pada umumnya sekolah disebut sebagai
sekolah internasional antara lain memilki ciri-ciri:
1. Sebagai anggota atau termasuk dalam komunitas
sekolah dari negara-negara/lembaga pendidikan internsional yang ada di
negara-negara OECD dan/atau negara maju lainnya,
2. Terdapat guru-guru dari negara tersebut,
3. Dapat menerima peserta didik dari negara asing, dan
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
adalah sekolah nasional yang menyelenggarakan pendidikan berdasarkan atau telah
memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) sebagai indikator kinerja kunci
minimal (IKKM), dan mutu internasional sebagai indikator kinerja kunci tambahan
(IKKT), sehingga lulusannya memiliki mutu/kualitas bertaraf nasional dan
internasional sekaligus. Kualitas bertaraf nasional diukur dengan SNP dan
kualitas bertaraf internasional diukur dengan kriteria-kriteria
internasional, yang dikaji secara seksama melalui:
1) Perbandingan SNP dengan standar/ kriteria mutu
internasional,
2) Pertukaran informasi, studi banding, dan
3) Mengacu pada standar pendidikan salah satu negara
anggota Organization for Economic Co-operation and Development dan / atau
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
Jadi, kualitas internasional merupakan kelebihan dari kualitas nasional (SNP),
baik berupa penguatan, pendalaman, pengayaan, perluasan maupun penambahan
terhadap SNP.
c. Standar Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Dalam rangka pencapaian tujuan pendirian RSBI, terdapat beberapa standar
yang harus dipenuhi oleh sekolah. Standar tersebut antara lain:
1. Output/ lulusan
SBI
Keluaran
(output) dari Sekolah Bertaraf Internasional diharapkan dapat memiliki
kemampuan dalam menguasai Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang merupakan
standar minimal di tingkat nasional, plus kemampuan lain yang
diadopsi atau diadaptasi dari dalam atau luar negeri, yang telah memiliki
mutu yang diakui secara internasional.
2. Proses
Penyelenggaraan RSBI
Proses
penyelenggaraan RSBI mampu menanamkan dan menerapkan nilai, norma dan etika.
Pembelajaran diterapkan dengan keterbukaan dan demokratis yang mampu
menumbuhkembangkan kreativitas, inovasi dan daya nalar siswa. Bahasa pengantar
pembelajaran adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing (khususnya Bahasa
Inggris), serta menggunakan media pendidikan yang berteknologi tinggi.
3. Input
Input RSBI
merupakah modal dasar dari kelancaran berlangsungnya proses pendidikan bertaraf
internasional. Input tersebut, antara lain :
a. Siswa Baru
Input dalam
Rintisan Sekolah Berstandar Internasional mencakup siswa baru yang diseleksi
secara ketat melalui saringan rapor, ujian akhir sekolah, scholastic
aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan wawancara. Siswa baru RSBI harus
memiliki kecerdasan yang unggul, meliputi kecerdasan intelektual, emosional,
dan spiritual, dan berbakat.
b. Kurikulum
Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional merupakan cikal bakal dari Sekolah Bertaraf
Internasional. Oleh karena itu kurikulum yang dipakai harus dikembangkan agar
memenuhi isi Standar Nasional Pendidikan serta mengadopsi kurikulum beberapa
sekolah dari dalam atau luar negeri yang memiliki keunggulan dan reputasi di
forum internasional.
c. Pendidik dan
Tenaga Kependidikan
Ada beberapa
persyaratan baik untuk pendidik maupun tenaga pendukung seperti laboran,
pustakaan, teknisi komputer, tenaga administrasi, dan kesekretariatan dalam
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.
· Kepala sekolah
harus memiliki kemampuan profesional dalam manajemen, kepemimpinan, organisasi,
administrasi, dan kewirausahaan.
· Guru dituntut
memiliki kemampuan profesional, kepribadian, dan sosial bertaraf internasional.
Persayaratan penting yang harus dimiliki yakni penguasaan komunikasi
menggunakan bahasa asing serta kemampuan menggunakan information
communication technology (ICT).
· Tenaga
pendukung juga harus mampu berkomunikasi dalam bahasa asing, khususnya bahasa
inggris. Mereka juga dituntut untuk dapat mengoperasikan alat-alat berbasis
ICT.
d. Sarana dan Prasarana
Indikator
sarana prasarana Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ditandai dengan
beberapa sarana prasarana diantaranya sarana pembelajaran bertaraf TIK di
setiap ruang kelas, perpustakaan juga dilengkapi dengan sarana digital yang
memberikan akses ke sumber pembelajaran bertaraf TIK di seluruh dunia, serta
sekolah harus dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya,
faslitas olah raga, klinik, dan sebagainya.
d. Pembiayaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Untuk mencapai
standar yang telah ditentukan diatas, tidak dapat dipungkiri bahwa
penyelenggaraan RSBI memerlukan biaya yang cukup besar. RSBI membutuhkan banyak
perbaikan, pengembangan, serta penyediaan kelengkapan fasilitas untuk mengejar
standar internasional dan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
sepenuhnya.
Maka dari itu pemerintah pusat
dan daerah membuat suatu kesepakatan dalam pembiayaan , yaitu pemerintah pusat
50%, pemerintah propinsi 30%, dan pemerintah kabupaten/ kota 20%. Namun hal ini
dapat berubah tergantung pada kekayaan daerah, artinya pemerintah daerah dapat
memberikan kontribusi lebih daripada kesepakatan yang telah dibuat. Namun,
diharapkan bahwa subsidi dari pemerintah pusat hanya dalam fase rintisan (RSBI)
dengan kurun waktu 3 tahun dan pembiayaan selanjutnya dapat ditangani oleh
pemerintah daerah melalui otonomi daerah.
Bagi sekolah swasta, pembiayaan
RSBI diserahkan sepenuhnya pada yayasan yang menaungi sekolah tersebut. Namun
pemerintah juga dapat memberikan subsidi melalui persyaratan tertentu.
e. Pengembangan RSBI
Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan dalam rangka pengembangan RSBI, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Workshop, misalnya: pengembangan kurikulum,
pengembangan materi, peningkatan kemampuan bahasa Inggris guru dan siswa;
2. Rekrutmen guru-guru dan tenaga kependidikan yang benar- benar professional
memiliki basic mengajar yang memadai;
3. Pengiriman guru studi banding atau magang ke sekolah
bertaraf internasional luar negeri;
4. Peningkatan tatakelola melalui benchmarking, dan
membangun network dengan salah satu sekolah di luar negeri (sister school);
5. Menjalin MoU dengan sekolah yang sudah mulai mapan
dalam penyelenggaraannya. Upaya ini paling tidak sebagai bentuk lesson study
yang secara empirik memiliki berbagai keunggulan.
f. Apa yang harus dilakukan oleh guru dan
kepala sekolah RSBI
1. Kepala
Sekolah dan guru harus:
· Mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang memadai
(standarisasi melalui tes TOEFL)
· Mempunyai kemampuan mengenai teknologi informasi
(IT) yang memadai
· Mempunyai
kemampuan yang baik dalam mengajar mata pelajaran yang dikuasai.
· Mempunyai
kemampuan penguasaan materi yang baik dalam bidangnya (Sains, ips,
matematika,dll.)
2. Guru
harus menunjukkan:
a. Penerapan
pengajaran yang berkualitas:
· Menunjukkan kecakapan mengajar yang berkualitas
(High Quality Teaching Practice) yang mendukung peningkatan pembelajaran siswa
dalam area pembelajaran yang terkait
· Menunjukkan kemampuan untuk menggunakan
teknologi pembelajaran dalam program pengajaran dan pembelajaran
· Menunjukkan kemampuan untuk merencanakan program
pembelajaran yang mencakup semua siswa dengan berbagai macam tingkat
kemampuannya.
· Menunjukkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
pembelajaran siswa yang berbahasa Inggris di setiap kelas
· Menunjukkan kemampuan untuk menilai dan memonitor
pencapaian siswa dan memberikan laporan kepada orang tua sehingga mereka secara
rutin benar-benar mengetahui kemajuan anak-anaknya.
· Menunjukkan kemampuan untuk menjaga standar
tinggi sikap dan kedisiplinan yang membentuk lingkungan kelas yang positif
b. Kontribusi
pada area pembelajaran dan pengembangan kurikulum
· Menunjukkan level pengetahuan dan pengertian
yang komprehensif sesuai dengan area kurikulum yang relevan dan gaya
pembelajaran siswa
· Menunjukkan kemampuan untuk secara sukses
mengimplementasikan dan mengevaluasi inisiatif kurikulum sesuai dengan aturan
sekolah dalam kerjasama tim.
· Menunjukkan kapasitas untuk menilai secara
kritis penerapan professional dan kemampuan untuk membuat strategi untuk
meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran siswa
c. Hubungan
(yang baik) dengan siswa, staf dan orang tua
· Menunjukkan kemampuan untuk membina hubungan
konstruktif dengan siswa yang menimbulkan sikap positif untuk pembelajaran
· Menunjukkan kecakapan interpersonal dan
komunikasi tingkat tinggi ketika berinteraksi dengan siswa, orang tua dan
sesama guru.
· Menunjukkan nilai dan sikap yang patut di contoh
sebagai penerapan tanggung jawab professional dan intelektual, pengembangan
fisik dan sosial siswa.
d. Kontribusi
kepada sekolah
· Menunjukkan kemampuan untuk berkontribusi bagi
pengembangan dan implementasi program, dalam aturan kebijakan sekolah, yang
bisa menyempurnakan pemblajaran siswa di sebuah lingkungan internasional
· Menunjukkan kemampuan untuk merespon kebutuhan
dan prioritas kependidikan yang muncul di lingkungan internasional
· Menunjukkan komitmen dan kontribusi aktif bagi
banyak kegiatan sekolah
g.
Pemasalahan RSBI di Indonesia
1. Penetapan penggunaan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar dalam mengajarkan beberapa bidang studi menimbulkan
banyak masalah dan kontroversi.
Kontroversinya
adalah bahwa secara empirik ternyata kebijakan ini justru dapat menyebabkan
merosotnya nilai dan kompetensi siswa di bidang studi yang diajarkan. Banyak
hasil kajian dan juga pengalaman negara Malaysia selama hampir 8 tahun ternyata
menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Inggris (asing) untuk bidang studi IPA dan Matematika justru menurunkan mutu
siswa (baca
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengajaran_dan_Pembelajaran_Sains_dan_Matematik_dalam_Bahasa_Inggeris).
Pengalaman
negara Malaysia dengan program pengajaran sains dan matematik di
sekolah-sekolah di Malaysia dengan menggunakan bahasa pengantar bhs
Inggris[disebut PPSMI] yang telah dimulai sejak tahun 2003 dan akan dihentikan
secara total pada 2012 nanti karena dianggap gagal. Dari satu hasil riset skala besar
yang melibatkan pakar dari sembilan universitas negeri di Malaysia dan lebih
dari 15 ribu siswa, PPSMI ini memang tidak menghasilkan apa yang diharapkan
pencetusnya. Yang bisa survive hanya sekolah yang berada di kota besar dan
sekolah berasrama di kota; pada jenis sekolah lainnya nyaris tanpa ampun
terjadi degradasi penurunan mutu. Jadi alih-alih akan meningkatkan mutu
pembelajaran Matematika dan IPA yang terjadi justru sebaliknya. Bahkan negara
Malaysia yang
jauh lebih siap
secara budaya, infrastruktur, dan SDM dalam menerapkan sistem ini menganggap
program ini gagal
diterapkan dan akan kembali menggunakan bahasa Melayu untuk mengajar Sains dan Matematika di
sekolah-sekolah mereka. Jadi sungguh salah besar jika kita justru akan
mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh negara Malaysia.
2. Penetapan bahasa Inggris untuk digunakan
sebagai bahasa pengantar untuk bidang studi IPA dan Matematika adalah kebijakan
yang sembrono dan tidak didasarkan pada studi empiris sama sekali.
Ide
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran juga
digunakan secara serampangan dan benar-benar di luar kaidah sehingga justru
mengakibatkan kekacauan dan kemerosotan mutu pembelajaran nasional kita. Adalah
tidak mungkin kita mengharapkan guru-guru kita untuk menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar dengan kemampuan berbahasa Inggris yang ada.
Berdasarkan hasil test TOEFL
pada 600 guru dan kepala sekolah RSBI terungkap bahwa 60% dari mereka berada
pada level paling rendah kemampuan bahasanya. Mengharapkan guru-guru yang
berada pada level terendah kemampuan berbahasa Inggrisnya untuk mengajarkan
materi IPA dan Matematika dalam bahasa Inggris adalah kebijakan yang sungguh
tidak bertanggungjawab.
3. Penggunaan kata atau istilah ‘bertaraf
internasional’ akhirnya menimbulkan banyak program-program yang dipaksakan agar
dapat memenuhi kriteria ‘bertaraf internasional’ tersebut.
Penggunaan
standar ISO, pengadopsian sistem Cambridge, IBO, Sister School, dll. yang
dimaksudkan untuk memberikan justifikasi ‘bertaraf internasional’ tersebut
sebetulnya tidaklah esensial dan sekedar aksesoris dan kosmetik. Hal ini
menimbulkan konsekuensi dan resiko di bidang akademik maupun biaya yang
mubazir. Salah satunya adalah kesalahan asumsi bahwa Sekolah Bertaraf Internasional itu harus diajarkan
dalam bhs asing (Inggris khususnya) dengan menggunakan media pendidikan
mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD. Padahal negara-negara maju seperti
Jepang, Perancis, Finlandia, Jerman, Korea, Italia, dll. yang kita jadikan
rujukan tidak perlu menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar jika
ingin menjadikan sekolah mereka Bertaraf
Internasional.
4. Istilah ‘bertaraf internasional” ini
kemudian diterjemahkan dan diinterpretasikan secara bebas tanpa kajian dan
studi yang layak.
Penekanan
pada penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan canggih seperti laptop,
LCD, dan VCD juga menyesatkan seolah tanpa itu maka sebuah sekolah tidak bisa
bertaraf internasional. Sebagian besar sekolah hebat di luar negeri masih
menggunakan kapur dan tidak mensyaratkan media pendidikan mutakhir dan canggih
seperti laptop, LCD, dan VCD sebagai prasyarat kualitas pendidikan mereka.
Program ini nampaknya lebih mementingkan alat ketimbang proses. Sekolah
menafsirkan SBI itu sarananya harus wah, ada lap top, infocus, hotspot, AC,
VCD. Padahal pendidikan adalah lebih ke masalah proses ketimbang alat.
‘Internasionalisasi’ pendidikan dipandang dari segi fasilitasnya dan bukan pada
prosesnya.
5. Anggapan
bahwa Sekolah Bertaraf Internasional hanyalah bagi siswa yang memiliki standar
kecerdasan tertentu.
Sekolah
yang bertaraf internasional dianggap tidak bisa diterapkan pada siswa yang
memiliki tingkat kecerdasan rata-rata. Ini juga mengasumsikan bahwa SNP
(Standar Nasional Pendidikan) hanyalah bagi mereka yang memiliki tingkat
kecerdasan ‘rata-rata’. Ini adalah asumsi yang berbahaya dan secara tidak sadar
telah ‘mengkhianati’ SNP itu sendiri karena menganggap SNP ‘tidak layak’ bagi
siswa-siswa cerdas Indonesia. Lantas untuk apa Standar Nasional Pendidikan jika
dianggap belum mampu untuk memberikan kualitas yang setara dengan standar
internasional? Ini juga paham yang diskriminatif dan eksklusif dalam pendidikan
dan menganggap kecerdasan intelektual yang menonjol merupakan segala-galanya
sehingga perlu mendapat perhatian dan fasilitas lebih daripada siswa yang tidak
memilikinya. Pendidikan yang berorientasi ke hasil adalah paradigma lama dan
telah digantikan oleh pendidikan yang berorientasikan pada proses karena
pendidikan itu sendiri adalah sebuah proses.
6. Eksperimen kebijakan RSBI ini jelas
salah sasaran karena dengan kecemasan yg sama akan kualitas pendidikan yg
dianggap merosot pemerintah AS di bawah George Bush kemarin justru mengeluarkan
paket NCLB (No Children Left Behind) yg justru menyasar pada siswa-siswa di
level terbawah yg diberi penanganan khusus agar tak ada lagi yg tertinggal
secara akademik. Dengan mengangkat kualitas siswa paling bawah sehingga tak ada
siswa yg ‘left behind’ maka diharapkan akan mengangkat agregat kualitas
pendidikan secara makro.
Bandingkan
ini dengan program RSBI yg justru ditujukan pada siswa-siswa paling berbakat
(cream of the cream) dan diberi perlakuan khusus dengan dana berlimpah padahal
mereka secara ekonomi dan akademik sebenarnya lebih mampu dan tidak memerlukan
bantuan dibandingkan siswa yg tertinggal. Program RSBI ini malah mengabaikan
siswa yg secara ekonomis dan akademis justru membutuhkan penanganan dan biaya.
Sesungguhnya program RSBI ini adalah program yg memalukan bangsa dan
mengkhianati rakyat kecil. Ingat bahwa ini adalah program pemerintah yg
dibiayai oleh pajak dan hutang negara dan bukan program swasta.
7. Kesalahan asumsi lain adalah bahwa
‘sekolah bertaraf internasional’ ini haruslah diajar oleh guru-guru yang
memiliki gelar S-2 (tanpa memperdulikan kesesuaian dengan bidang studi yang
diajarkan di kelas). Ini adalah interpretasi yang tidak memiliki acuan akademik
maupun akademik samasekali selain ‘rule of thumb’ belaka. Kebijakan ini juga
bertentangan dengan UU Sisdiknas yang hanya mewajibkan guru untuk memiliki
gelar sarjana S-1. Tak ada kajian empirik yang menguatkan kebijakan mengenai
guru bergelar master ini dan hanya ditetapkan sekedar untuk menunjukkan
eksklusifitas.
8. Salah satu alasan yang dikemukakan dalam
penyelenggaraan SBI ini adalah untuk mencegah kalangan menengah ke atas untuk
mengirim anaknya keluar negeri karena ingin memberikan pendidikan yang bermutu
bagi anaknya. Tentu saja alasan ini sangat mengada-ada. Apa ada bukti bahwa
dengan adanya program RSBI ini maka orang tua yg semula ingin menyekolahkan
anaknya di luar negeri lantas membelokkannya ke sekolah RSBI?
Jika
argumen bahwa program RSBI dibuat utk mencegah anak-anak orang kaya bersekolah
ke Luar Negeri
maka ini sungguh naïf. Kenapa pemerintah harus membuat program khusus untuk mencegah anak-anak kaya
bersekolah di Luar Negeri? Berapa banyakkah sebenarnya siswa
menengah kita yg belajar ke Luar
Negeri dan seberapa urgen masalahnya
sehingga harus dibuatkan program khusus untuk mencegahnya? Mengapa pemerintah
mesti mencegah anak-anak orang kaya tersebut bersekolah ke Luar Negeri? Apa kepentingan pemerintah (dalam
hal ini kementerian pendidikan) dengan mencegah mereka belajar ke Luar Negeri? Anak-anak pintar (apalagi kaya)
dengan mudah bisa mencari pendidikan bermutu di mana saja. Bagi mereka itu pintu
utk masuk ke mana saja selalu terbuka lebar. Mereka tidak butuh sekolah gratis
dan bisa bayar sekolah swasta semahal apapun. Uang bukan masalah bagi mereka
dan pemerintah tidak perlu repot-repot membuatkan sekolah khusus bagi mereka
agar tidak perlu belajar ke luar negeri dan justru sebaliknya dorong mereka utk bersekolah ke swasta
dan kalau perlu ke luar negeri.
9. Program SBI ini di lapangan ternyata
menciptakan kesenjangan sosial pada siswa.
Program
SBI menjadikan sekolah yang mengikutinya menjadi eksklusif dan menciptakan
kastanisasi karena hanya bisa dimasuki oleh anak-anak kalangan menengah ke
atas. Tingginya pembiayaan yang dikenakan pada orang tua siswa membuat
sekolah-sekolah SBI ini tidak dapat dimasuki oleh anak-anak dari kalangan
bawah. Akibatnya terjadi kesenjangan sosial di sekolah. Siswa yang belajar di
program ini merasa seperti kelompok elit yang berbeda dengan siswa kelas
reguler.
10.Salah satu kritik terbesar dari
masyarakat tentang SBI ini adalah bahwa program ini telah memberi legitimasi
kepada sekolah untuk melakukan komersialisasi pendidikan. Pendidikan
diperdagangkan justru oleh pemerintah yang seharusnya memberikan pelayanan
pendidikan kepada rakyatnya secara gratis dan juga bermutu. Komersialisasi
pendidikan ini adalah pengkhianatan terhadap tujuan pendirian bangsa dan
negara. Saat ini sekolah-sekolah publik RSBI bahkan telah menjadi lebih swasta
dari swasta dalam memungut biaya pada masyarakat. Hampir semua sekolah RSBI
menarik dana dari masyarakat dengan biaya tinggi yang sebenarnya sungguh tidak
layak mengingat mereka adalah sekolah publik yang semestinya dibiayai
sepenuhnya oleh pemerintah dan ‘haram’ sifatnya menjadi komersial. Saat ini biaya
untuk masuk ke sekolah SMA RSBI mencapai Rp. 15.000.000,- untuk biaya masuknya
dan Rp. 450.000,- untuk SPP-nya. (panduan Seminar Nasional SBI).
11.Salah satu masalah yang muncul dari
istilah ‘bertaraf internasional’ adalah kerancuan dan keganjilan. Sungguh
ganjil jika sebuah UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tiba-tiba
memunculkan sebuah istilah ‘bertaraf internasional’ ! Mau dimasukkan ke mana
dan dengan konstelasi bagaimana sebuah sistem pendidikan yang ‘bertaraf
internasional’ dalam sebuah Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), apalagi
dianggap sebagai standar tertinggi? Coba bayangkan betapa ganjilnya sebuah UU
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang justru mengagung-agungkan
kurikulum negara asing (OECD).
12.Keganjilan dan ambigu lainnya adalah
masalah evaluasi.
Meski
menyandang nama ‘bertaraf internasional’ tapi siswanya masih harus ikut ujian
nasional. Adalah tidak mungkin sekolah harus mempersiapkan siswa untuk
mengikuti dua sistem ujian
yang berbeda (nasional dan internasional) karena itu sangat memberatkan guru dan siswa serta
tidak bermanfaat. Selain itu dengan terburu-buru sekolah RSBI/ SBI kita lantas mengadopsi sistem
ujian Cambridge (CIE) bagi siswa-siswanya agar dapat disebut ‘bertaraf atau
berstandar intenasional’ padahal kurikulum nasional kita tak ada hubungannya
dengan sistem tersebut. Ujian Cambridge juga tidak dipersyaratkan bagi siswa yang
hendak belajar ke luar negeri . Siswa-siswa kita yang hendka belajar ke luar
negeri tidakpernah dipersyaratkan harus memiliki harus lulus ujian Cambridge
sehingga mengikuti ujian Cambridge sebenarnya justru memberatkan siswa kita
apalagi yang tidak ingin melanjutkan studinya ke luar negeri.
13.Kesalahan konseptual (R)SBI adalah
terutama pada penekanannya pada segala hal yang bersifat akademik dengan
menafikan segala yang non-akademik. Semua keunggulan yang hendak dicapai oleh
program SBI ini adalah keunggulan akademik semata dan tak ada lain. Seolah
tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan siswa untuk menjadi seseoarang yang
cerdas akademik belaka. Tak ada dibicarakan tentang keunggulan di bidang Seni,
Budaya, dan Olahraga. Padahal paradigma keunggulan akademik adalah pandangan
yang sudah sangat kuno. Seolah ‘bertaraf internasional’ adalah keunggulan
akademik padahal justru Seni, Budaya, dan Olahragalah yang akan lebih mampu
mengantarkan kita untuk bersaing dan tampil di dunia internasional. Di negara
lain pemerintah juga menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak yang
paling berbakat agar mereka dapat melesatkan potensi mereka tanpa bergantung
pada siswa yang lambat. Ada beberapa sekolah publik untuk gifted students di
Australia. Meski demikian pembiayaannya tidak dengan menarik iuran pada orang
tua. Sekolah tersebut harus kreatif mencari dana untuk membiayai
kegiatan-kegiatannya yang padat tersebut.
C. PENUTUP
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, diharapkan dapat meminimalisasi
praktek kapitalisasi untuk mengatasi pembiayaan yang besar. Di sisi lain,
pemerataan kesempatan untuk mengeyam pendidikan di RSBI juga dapat terbuka
lebar bagi semua kalangan.
Adapun solusi yang perlu digagas meliputi standarisasi seleksi
penerimaan siswa baru RSBI , dan pembukaan program mandiri dalam penerimaan
siswa baru. Dua solusi tersebut bertujuan untuk melaksanakan amanat pemerataan
pendidikan yang telah ada dalam undang-undang, dan perbaikan prosedur program
subsidi silang secara transparan dan merata sehingga dapat dimanfaatkan secara
maksimal.
Pertama adalah sistem seleksi penerimaan
siswa baru RSBI yang distandarisasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota,
yang bertujuan agar input siswa baru RSBI benar-benar berkualitas dan proses
seleksi siswa menjadi transparan. Standar tes seleksi masuk RSBI ini meliputi
penyaringan nilai raport, nilai Ujian Akhir Nasional, dan tes tulis. Untuk tes
psikologi siswa tidak perlu distandarkan oleh pemerintah karena sudah ada
instansi terkait yang telah memiliki kualifikasi tersendiri yang akan menjalin
kerjasama dengan sekolah.
Kedua, adalah menjalankan program
subsidi silang melalui dibukanya program mandiri atau jalur khusus bagi sekolah
RSBI. Sehingga akan ada dua jalur masuk RSBI, yaitu RSBI reguler dan RSBI
mandiri. Pembedaan dua jalur ini ada pada kesanggupan pembayaran biaya sekolah.
Kemudian, adanya pembedaaan jalur masuk, maka pihak sekolah akan mempunyai
pemetaan kemampuan ekonomi orang tua / wali siswa secara jelas, sehingga
sekolah akan dapat menjalankan program subsidi silang dengan tepat sasaran kepada
siswa yang memang tidak mampu secara ekonomi.
Maka, dengan adanya gagasan baru diatas, diharapkan dapat menjadikan RSBI
sebagai sekolah yang benar-benar berkualitas dan terbuka bagi semua kalangan.
Adanya standar dan mekanisme yang transparan pada penerimaan siswa baru,
dapat menjaring siswa baru yang benar-banar berkualitas dan dapat menerima
proses pembelajaran di RSBI sehingga hasil belajar pun akan maksimal.
Serta adanya pembukaan jalur mandiri di RSBI sebagai pelaksanaan dari
program subsidi silang, akan menjamin pemerataan kesampatan pendidikan bagi
semua kalangan. RSBI tidak lagi menjadi sekolah eksklusif bagi kalangan
tertentu, dan kualitas pendidikannya juga benar-benar berkualitas dan bersaing
di forum internasional untuk mengangkat nama pendidikan Indonesia.
Pemerintah sebagai salah satu pihak
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional membuat UU Nomor 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat peraturan bahwa tiap
daerah hendaknya mempersiapkan pendirian sekolah internasional. Dalam rangka
merealisasikan peraturan tersebut, maka pemerintah mencanangkan program
perencanaan peningkatan mutu pendidikan melalui Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI). RSBI dilaksanakan oleh sekolah-sekolah nasional yang dipersiapkan
secara khusus agar memenuhi segala persyaratan untuk menjadi Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI).
Program RSBI mendapat sambutan yang
cukup menggembirakan dengan maraknya pendirian RSBI pada jenjang-jenjang
pendidikan, baik di kota besar maupun di daerah. Bahkan hingga tahun 2010 ini
untuk jenjang pendidikan sekolah menengah, jumlah SMA RSBI di Indonesia
mencapai 319 sekolah yang tersebar di 202 kota di 33 provinsi.
Antusiasme yang cukup tinggi
terhadap pendirian RSBI tidak hanya memberi efek positif berupa harapan
terhadap peningkatan mutu pendidikan, tapi juga memberi efek negatif. RSBI kini
sudah menjadi sebuah trend bagi sekolah untuk mengangkat namanya. Sekolah
berlomba-lomba untuk mendapat status RSBI tanpa memperhatikan apakah kemampuan
sekolah akan dapat mencapai standar yang telah ditentukan.
Selain itu, status RSBI juga
berpengaruh terhadap besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh orang t5ua /
wali siswa. Besarnya beban biaya RSBI disebabkan sekolah perlu menyesuaikan
diri untuk mencapai standar internasional. Standar internasional yang
dimaksudkan adalah dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara
anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan
sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Namun di sisi lain,
subsidi yang diberikan pemerintah belum dapat sepenuhnya menyokong RSBI
sehingga pembiayaan dibebankan pada wali murid.
Besarnya biaya sekolah menimbulkan
implikasi lainnya berupa terbatasnya golongan masyarakat yang dapat bersekolah
di sekolah RSBI. Hanya siswa dari kalangan mampu secara ekonomi yang dapat
menikmati pendidikan bertaraf internasional. Terjadi sebuah ketidakmerataan
atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu antara siswa yang mampu dan
yang tidak mampu dalam hal ekonomi. Meskipun pemerintah telah menawarkan
program subsidi silang untuk menjamin siswa kurang mampu untuk bersekolah di
RSBI, kurang meratanya pendidikan antara golongan mampu dan kurang mampu masih
menjadi sebuah masalah yang harus dipecahkan.
Karena jika hal ini terus
dilaksanakan, maka RSBI akan condong pada praktek kapitalisasi dalam
pendidikan. Pada kapitalisasi pendidikan, hanya orang dari golongan mampu yang
bisa menikmati fasilitas pendidikan. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 20
Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 1 yang
mengemukakan bahwa tiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam hal
pendidikan. Praktek kapitalisme harus dibebaskan dalam hak dasar manusia, salah
satunya adalah pendidikan.
Guru IPA RSBI mesti berwawasan internasional artinya mengambil referesi IPA dari lembaga-lembaga Science internasional. dan guru IPA mestinya punya kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik sebab referensi Science hampir semuanya memakai bahasa Inggris. Jadi, lulusan dari mana guru IPA yang alergi bahasa Inggris??
BalasHapus