BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia (individu) tidak terpisahkan antara raga dan
jiwa atau antara fisik dan psikis ( dimensi psikologis dan religius). Keduanya
merupakan kesatuan utuh yang saling melengkapi satu sama lain.
Keberadaan manusia sebagai makhluk individu dan sosial
mengandung pengertian bahwa manusia merupakan makhluk unik, dan merupakan
perpaduan antara aspek individu sebagai perwujudan dirinya sendiri dan makhluk
sosial sebagai anggota kelompok atau masyarakat. Manusia sebagai makhluk
individu dan sosial akan menampilkan tingkah laku tertentu, akan terjadi
peristiwa pengaruh mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu yang
lain.
Keunikan dari individu mengandung arti bahwa tidak ada
dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik aspek
jasmaniah maupun rohaniah. Individu yang satu berbeda dengan individu yang
lainnya. Timbulnya perbedaan individu ini dapat kita kembalikan kepada faktor
pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan
individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu meskipun
dengan lingkungan sama. Dan sebaliknya lingkungan yang berbeda akan
memungkinkan timbulnya perbedaan individu meskipun pembawaannya sama.
Setiap individu adalah khas atau unik. Artinya, ia
memiliki perbedaan dengan yang lainnya. Perbedaan itu bermacam-macam, mulai
dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara merespon atau mempelajari hal
baru. Dalam hal belajar, tiap-tiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan
dalam menyerap materi pelajaran. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan dikenal
sebagai metode untuk memenuhi tuntutan perbedaan individu.
Di sekolah seringkali tampak masalah perbedaan
individu ini, misalnya ada siswa yang sangat cepat dan ada yang lambat belajar,
ada yang cerdas, dan ada yang berbakat dalam bidang tertentu, dan sebagainya.
Kenyataan ini akan membawa konsekuensi bagi pelayanan pendidikan, khususnya
yang menyangkut bahan pelajaran, metode mengajar, alat-alat pelajaran,
penilaian, dan pelayanan lain. Di samping itu, perbedaan-perbedaan ini
seringkali banyak menimbulkan permasalahan, baik bagi siswa itu sendiri maupun
bagi lingkungan. Siswa akan menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri antara
keunikan dirinya dengan tuntutan dalam lingkungannya.
Maka, guna menyesuaikan diri terhadap perbedaan
masing-masing individu tersebut, diperlukan pemahaman terhadap individu itu
sendiri. Oleh sebab itu, penulis menyusun makalah dengan judul Pemahaman
Individu.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan di
atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan ini, yaitu:
1. Apa pengertian pemahaman
individu?
2. Apa pentingnya pemahaman
individu dalam bimbingan dan konseling?
3. Apa tujuan pemahaman
individu?
4. Apa yang perlu dikenal dari
sasaran pemahaman individu?
5. Apa teknik pemahaman
individu?
C. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah
di atas, pembahasan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui
pengertian pemahaman individu
2. Mengetahui
pentingnya pemahaman individu dalam bimbingan dan konseling
3. Mengetahui tujuan
pemahaman individu
4. Mengenal sasaran
pemahaman individu
5. Mengetahui
teknik pemahaman individu
BAB II
PEMAHAMAN INDIVIDU
A. Pengertian
Pemahaman Individu
Pemahaman individu merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh konselor berupa pengumpulan data, analisis data, penafsiran
hasil analisis, dan penarikan kesimpulan tentang diri individu untuk
kepentingan layanan Bimbingan dan Konseling.
Pemahaman individu juga diartikan sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengerti, memahami individu lain.
Pemahaman individu oleh Aiken (1997: 454) diartikan sebagai “Appraising
the presence or magnitude of one or more personal characteristic. Assessing
human behavior and mental processes includes such procedures as observations,
interviews, rating scale, check list, inventories, projective techniques, and
tests”.
Dari rumusan tersebut bisa diidentifikasi bahwa
pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai atau menaksir
karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah (gangguan) yang ada pada
individu atau sekelompok individu. Cara yang digunakan meliputi observasi,
interview, skala penilaian, daftar cek, inventori, teknik projektif, dan
beberapa jenis tes.
Pemahaman atau penilaian tersebut dimaksudkan untuk
kepentingan pemberian bantuan bagi pengembangan potensi yang ada padanya
(developmental) dan atau penyelesaian masalah-masalah yang dihadapinya
(klinis). Aiken (1997: 1) menunjukkan bahwa manusia dalam kenyataannya
berbeda-beda dalam kemampuan berpikirnya, karakter kepribadiannya, dan tingkah
lakunya. Semuanya itu bisa ditaksir atau diukur dengan bermacam-macam cara.
Dengan demikian pemahaman individu adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengerti dan memahami individu
lain. Dalam konteks bimbingan dan konseling, mengerti dan memahami tersebut
dilakukan oleh konselor terhadap klien, dan sumber data selain klien yang bisa
memberikan keterangan tentang konseling.
B. Pentingnya
Pemahaman Individu dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu,
bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang
di dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone (1966: 3) mengemukakan
bahwa guidance berasal dari kataguide yang
mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer, artinya:
menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur atau mengemudikan. (Victoria
Neufeldt, Ed., 1988: 599)
Definisi Bimbingan Jear Book of Education, 1995 “Suatu
proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan
mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan
sosial”.
Dalam peraturan pemerintah No. 29 tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa: ”Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Mortensen & Schmuller dalam bukunya Guidance in
Today’s School (1964: 3) mendefinisikan bimbingan konseling: “Guidance
as that part of the total educational program that helps provide the personal
opportunities and specialized staff services by by each individual can develop
to the fullest of his abilities and capacities in terms of the democratic
ideal”.
Pendapat lain mendefinisikan bimbingan dan konseling sebagai ”Suatu bantuan yang diberikan seseorang (konselor)
kepada orang lain (klien) yang bermasalah psikis, sosial dengan harapan klien
tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan dirinya
sesuai dengan kemampuan dan potensinya sehingga mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat”.
Berdasarkan pengertian bimbingan dan konseling di
atas, dapat disimpulkan bahwa perlunya pemahaman individu dalam bimbingan dan
konseling sebagai berikut:
1. Di
dalam bimbingan dan konseling, kita tidak mungkin dapat memberikan pertolongan
kepada seseorang sebelum kita kenal atau paham dengan orang tersebut.
2. Salah
satu hal yang penting dalam bimbingan dan konseling ialah memahami individu
secara keseluruhan baik masalah yang dihadapi maupun latar belakangnya. Dengan
demikian individu akan memperoleh bantuan yang tepat dan terarah.
Dengan kata lain perlunya pemahaman individu dalam
layanan bimbingan dan konseling adalah agar individu memperoleh bantuan yang
sesuai dengan kemampuan dan potensinya agar apa yang diharapkannya dapat tercapai (artinya
individu dapat mencapai penyesuaian diri dengan dirinya sendiri, lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat).
C. Tujuan
Pemahaman Individu
Tujuan pemahaman individu dalam Bimbingan dan
Konseling yaitu agar konselor semakin mampu menerima keadaan klien
(individu/siswa) seperti apa adanya, konselor semakin mampu memperlakukan klien
sebagaimana mestinya, konselor terhindar dari gangguan komunikasi sehingga
proses konseling dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Ada beberapa manfaat pengetahuan dan keterampilan
melakukan asesmen, yaitu:
1. Untuk
pengklasifikasian dan penempatan seseorang dalam pendidikan dan pekerjaan
2. Untuk
menyaring pelamar pekerjaan, pendidikan, dan atau program pelatihan
3. Untuk
pemberian bantuan dan pengarahan bagi individu dalam pemilihan pendidikan,
pekerjaan, konseling perorangan
4. Untuk
memilih karyawan mana yang perlu dihentikan, dipertahankan, atau dipromosikan
melalui program pendidikan atau pelatihan atau tugas khusus
5. Untuk
meramalkan dan menentukan perlakuan (tritmen) psikis, fisik, klinis, dan rumah
sakit
6. Untuk
mengevaluasi perubahan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal sebagai hasil
dari pendidikan, terapi psikologis dan berbagai program intervensi tingkah laku
7. Untuk
mendukung penelitian tentang perubahan tingkah laku dan meng-evaluasi
efektifitas suatu program atau teknik yang baru
Bagi konselor, kemampuan asesmen merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki konselor, ia adalah bagian penting dari kegiatan
konseling. Dan jika ada konselor yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang
asesmen bisa berdampak negatif bagi individu yang dibimbing.
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemahaman individu dalam layanan bimbingan dan konseling bertujuan agar:
1. Kita semakin mampu menerima keadaan individu (siswa)
seperti apa adanya dan sekaligus keberadaan siswa baik dari segi kelebihan
maupun kekurangannya
2. Kita semakin mampu memperlakukan siswa sebagaimana
mestinya dalam arti lain mampu memberikan bantuan seperti yang dikehendaki oleh
siswa
3. Kita terhindar dari gangguan komunikasi, sehingga
mampu menciptakan relasi yang semakin baik
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa tujuan pemahaman
individu dalam layanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah, yaitu:
1. Agar
kita mempunyai ekspektasi yang nyata tentang peserta didik
2. Pengetahuan
tentang perkembangan peserta didik akan membantu kita untuk merespon
sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu dari peserta didik
3. Pemahaman
tentang perkembangan peserta didik akan membantu mengenali berbagai
penyimpangan dari perkembangan yang normal
D. Mengenal Sasaran Pemahaman Individu
Sasaran yang dimaksud dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah
individu atau manusia. Adler memberi tekanan kepada pentingannya sifat
khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan
serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu
konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak
yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya kehidupan yan bersifat
individual.
Dalam upaya mengenali atau memahami sasaran, tidak mungkin bisa mengenalinya sampai seratus persen.
Karena individu atau manusia adalah makhluk yang paling dinamis, setiap saat manusia berkembang
dan berubah, maka yang perlu dikenal dari setiap
sasaran (individu) adalah:
1. Mengenal pribadinya (hakekat individu dan
kebutuhannya).
2. Mengenal masalah dan perkembangannya.
3. Mengenal reaksi individu dalam menghadapi masalah.
4. Mengenal cara individu dalam menghadapi masalah.
E. Teknik
Pemahaman Individu
Teknik Pemahaman Individu terdiri dari teknik tes dan teknik non tes. Tes dan
non tes merupakan salah instrument untuk memahami individu dalam keseluruhan
layanan konseling. Masing-masing instrument tersebut memiliki karakteristik
dalam penggunaannya. Teknik-teknik tersebut, diantaranya:
1. Teknik
Tes
Dalam
pelayanan bimbingan dan konseling, pada umumnya tes yang digunakan untuk
memperoleh data klien adalah tes inteligensi, tes bakat, tes kepribadian
(minat, kecenderungan kepribadian), dan tes prestasi belajar.
Hasil
tes akan mempunyai makna sebagai informasi bagi klien jika tes tersebut
dianalisis dan dinterpretasi, dalam arti tidak hanya berhenti pada penyajian
sekor yang diperoleh seorang klien. Untuk kepentingan konseling, hasil tes
dapat digunakan sebelum konseling, pada saat proses konseling, dan setelah
konseling sebagaimana dikatakan oleh Super dan Bordin (dalam Goldman 1971: 23).
Pada
tahap sebelum konseling hasil informasi tes digunakan konselor sebagai bahan
pertimbangan, yaitu untuk menentukan jenis layanan apakah yang akan diberikan
konselor kepada klien, untuk menentukan fokus masalah yang dialami klien, dan
sebagai salah satu bahan diagnosis dari proses yang berkesinambungan dan
dipadukan dengan hasil analisis yang lain. Misalnya informasi dari teknik non
testing : observasi, wawancara, sosiometri, kuesioner, biografi.
Pada
tahap proses konseling informasi hasil tes digunakan untuk menafsirkan
prognosis dengan memberikan alternatif-alternatif tindakan tentang pendekatan,
metode, teknik, dan alat mana yang digunakan dalam upaya membantu pemecahan
masalah yang dialami klien. Berdasarkan hasil tes konselor mendapatkan
pelengkap data khususnya mengenai sifat-sifat kepribadian klien yang selama ini
belum dapat terungkap melalui teknik non tes, sehingga diharapkan hasil
informasi tes tersebut dapat membantu kerangka berpikir konselor di dalam
merefleksi perasaan klien.
Di
samping itu, informasi hasil tes disampaikan kepada klien dengan harapan klien
lebih mengenali dirinya sendiri sehingga klien mampu mengembangkan
harapan-harapan yang realistis dalam proses konseling. Pada tahap akhir
konseling informasi hasil tes digunakan untuk memberikan bantuan dalam membuat
keputusan-keputusan dan rencana-rencana untuk masa depan dengan
alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Selain itu juga merupakan
sumbangan yang berarti bagi klien untuk proses perencanaan dan pilihan tindak
lanjut, berkaitan tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan fakta
sekarang yang ada.
2. Teknik
Non Tes
Konselor
pada umumnya memahami dan terampil menggunakan teknik non tes dalam melakukan
pelayanan bimbingan dan konseling. Teknik non tes dimaksud antara lain
observasi, kuesioner, wawancara, inventori (DCM, AUM, ITP), dan sosiometri.
Konselor sejak kuliah sudah berlatih secara intensif menyusun dan menggunakan
teknik non tes untuk memahami individu dalam konteks pelayanan bimbingan dan
konseling. Hal tersebut berlanjut sampai mereka bekerja di lapangan. Sementara
di sisi lain keterampilan menggunakan teknik tes sangat terbatas karena tes
terstandar sudah siap pakai, dan penggunaannya terikat kode etik yang ketat
sebagaimana disebutkan dalam Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (PB ABKIN, 2006).
Suatu
jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah mempunyai
wewenang yang dimaksud. Adapun aturan-aturan konselor, diantaranya:
1. Testing
dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri
kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan
2. Konselor
wajib memberikan orientasi yang tepat kepada klien dan orang tua mengenai
alasan digunakannya tes disamping arti dan kegunaannya
3. Penggunaan
suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang berlaku
bagi tes tersebut
4. Data
hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh
dari klien sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini data hasil testing
wajib diperlakukan setara dengan data dan informasi lain tentang klien
5. Hasil
testing hanya diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan
usaha bantuan kepada klien
Rambu-rambu tersebut menyebabkan pembelajaran calon
konselor berbeda dengan teman-temannya di program studi Psikologi, yang dalam
batas tertentu mereka memperoleh mata kuliah konstruksi tes. Namun demikian,
karena dalam pembelajaran calon konselor lebih menekankan penguasaan konsep dan
praksis teknik non tes, sudah barang tentu konselor semestinya terampil
menggunakan teknik non tes.
Keterampilan konselor dalam teknik non tes semisal
observasi, kuesioner, wawancara, inventori (DCM, AUM, ITP), sosiometri;
diperoleh mulai dari memahami konsepnya, kekhasan tiap metode, menyusun
instrumen, melakukan pengumpulan data dengan metode tersebut, menganalisis dan
menginterpretasi data, menggunakan hasil praktik teknik non tes untuk pelayanan
bimbingan dan konseling.
Aplikasi instrumentasi teknik non tes oleh konselor
pada umumnya dilakukan secara terpadu, tidak menggunakan metode tunggal. Karena
pada umumnya untuk memahami individu secara utuh: potensinya, masalahnya, dan
kemungkinan pengembangan pribadinya tidak dapat diperoleh dari satu metode
saja. Misalnya observasi tidak menjangkau data latar belakang keluarga yang
lebih tepat diungkap melalui kuesioner, sebaliknya kuesioner tidak bisa
mencatat aktivitas klien “secara on the spot” ketika mengikuti kegiatan
tertentu di sekolah; wawancara bisa lebih mendalami latar belakang mengapa
seorang siswa memilih dan menolak temannya satu kelas dari pada sekedar alasan
memilih dan menolak temannya yang tertulis dalam angket sosiometri.
BAB III
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan di atas,
maka penulis menyimpulkan, bahwa:
1. Pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami,
menilai atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah
(gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok individu.
2. Pemahaman
individu diperlukan dalam bimbingan dan konseling, karena:
a. Di
dalam bimbingan dan konseling, kita tidak mungkin dapat memberikan pertolongan
kepada seseorang sebelum kita kenal atau paham dengan orang tersebut.
b. Salah
satu hal yang penting dalam bimbingan dan konseling ialah memahami individu
secara keseluruhan baik masalah yang dihadapi maupun latar belakangnya.
3. Tujuan
pemahaman individu, diantaranya:
a. Kita
semakin mampu menerima keadaan individu (siswa) seperti apa adanya dan
sekaligus keberadaan siswa baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya.
b. Kita
semakin mampu memperlakukan siswa sebagaimana mestinya dalam arti lain mampu
memberikan bantuan seperti yang dikehendaki oleh siswa.
c. Kita
terhindar dari gangguan komunikasi, sehingga mampu menciptakan relasi yang
semakin baik.
4. Hal
yang perlu dikenali dalam sasaran
pemahaman individu, diantaranya:
a. Mengenal pribadinya (hakekat individu dan
kebutuhannya).
b. Mengenal masalah dan perkembangannya.
c. Mengenal reaksi individu dalam menghadapi masalah.
d. Mengenal cara individu dalam menghadapi masalah.
5. Teknik pemahaman individu terdiri dari teknik tes dan
teknik non tes.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken.
L. R. 1997. Psychological Testing and Assessment (8th edition).
Tokyo: Allin and Bacon.
Anas
Salahudin. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.
Idad
Suhada dan Heri Gunawan. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
CV. Insan Mandiri.
Imam
Mawardi. 2008. “Bimbingan Konseling Islami”.
Rakhmat,
J. 1998. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya.
Sumadi
Suryabrata. 2007. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Wayan Nurkancana. 1990. Pemahaman Individu.
Surabaya: Usahan Nasional.